Never Ending to Learn (Memetik Spirit dari Kampung Inggris)

Kampung Pare, Berikut ini sebuah cerita dan artikel menarik dari Bapak Abdul Salim, Guru PAI dan Bahasa Arab di SD Al Muslim Cabang Jawa Timur, ketika mendampingi siswa-siswinya mengisi liburan edukatif di Kampung Inggris Pare yang juga di muat di surya.co.id. Berikut ini coretan beliau:
Libur semester gasal tahun ini (25 Desember 2011- 4 Januari 2012) kami mendampingi siswa-siswi SD, SMP, dan SMA Al Muslim ke Desa Tulungrejo, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. Mereka mengikuti English Holiday Program di Desa Tulungrejo yang terkenal dengan Kampung Inggris. Yeach, very interesting! Dapat dipastikan, mereka yang berkunjung ke sana pasti mendapat pengalaman mengesankan dan spirit yang baik. Setidaknya seperti yang tertulis di aksesori dari Pare, “Never Ending to Learn”. Itu merupakan spirit yang mencerminkan visi misi hidup long life for education, belajar sepanjang hayat. Hebat dan tentu dapat membuat kita semakin bersemangat.

Kampung Inggris tentu tak serta merta menjadi kampung pembelajar. Sebagai buktinya, sejak terbit fajar hingga malam menyelimuti, kampung ini tak pernah sepi dari kegiatan pembelajaran. Jadi bukan isapan jempol tawaran yang tertulis dalam brosur, baliho, dan spanduk yang menawarkan beragam program belajar bahasa asing. Grammar, Speaking, Communication, dan lainnya betul-betul terimplementasikan dalam beraktivitas. Hal ini kian marak dengan berlalu lalangnya para pejalan kaki, pengayuh sepeda onthel, dan sebagian pengendara sepeda motor yang sesekali berdialog dalam bahasa Inggris.

Itulah cermin belajar dan belajar yang merupakan habit hebat. Alangkah hebatnya jika kita berupaya untuk menerapkan di lingkungan kita masing-masing. Semangat kampung Inggris tak lepas dari peran KH. Ahmad Yazied bin KH Abdul Qohhar (Alm) yang konon pengasuh pondok pesantren Darul Falah, bermukim di Anyelir 54. Rumah belajar itu kini telah berubah menjadi Ahmad Yazid Center dengan Nano English Program yang juga menambah semarak Desa Tulungrejo. Saya sepakat, bahwa berkat talenta KH Ahmad Yazid yang menguasai delapan bahasa dunia adalah embrio kampung Inggris. Embrio inilah yang melahirkan bayi Basic English Course yang didirikan Mr Kalend (1977) yang secara resmi menjadi lembaga kursus pada tahun 1992.

Itulah Desa Tulungrejo, kampung yang pernah disinggahi Clifford Gertz, sosiolog Jerman, saat meneliti budaya Jawa pada tahun 1950-1960 yang menghasilkan karya fenomenal The Religion of Java (1964). Gertz membagi tiga golongan masyarakat Jawa dalam santri, abangan, dan priyayi. Berdasarkan penuturan Saifullah Yazid dan Abdul Syakir, keduanya putra pertama dan keempat Kyai Yazid, panggilan KH. Ahmad Yazid, bahwa golongan santri itu diwakili masyarakat Desa Tulungrejo, abangan diwakili daerah utara, dan priyayi diwakili daerah Kota Pare saat itu.

Kini, justru daerah santri ~dimana Gertz sering berinteraksi dengan Kyai Yazid yang juga menguasai Bahasa Jerman. itu mampu mengharu birukan dan membanggakan Pare. Sebab di desa itu telah tumbuh dan berkembang kursus bahasa asing yang tidak kurang dari 150 lambaga kursus. Tidak hanya di Desa Tulungrejo, namun kini di Desa Palem yang terletak di utara Tulungrejo juga terimbas dengan berdirinya lembaga kursus. Walau ada yang mengesankan, bahwa berbahasa Inggris di sana dengan aksen Jawa. Ya, yang penting understanding kawan!

Lawatan ke Tulungrejo Pare pasti tak akan terlupakan, sebab kita merasakan habitnya yang luar biasa. Habit itu yaitu semangat belajar dan pantang malu untuk bisa. Terbukti di sepanjang Jalan Anyelir (sebagai embrio dan janin Kampung Inggris), Jalan Brawijaya (sebagai jalan protokol yang terletak di selatan jalan Anyelir),  Jalan Seruni (di utara Jalan Anyelir yang masuk Dusun Tegalsari Desa Palem),  Jalan Veteran (yang merupakan jalur Bus antar kota), serta jalan-jalan kampung dan sekitarnya kita jumpai kelompok belajar dan aktivitas pembelajaran. Tidak peduli apakah anak-anak, remaja, orang tua, bahkan pemilik serta penjaga warung-pun, terutama yang dekat dengan BEC, berinteraksi dengan menggunakan bahasa Inggris.

Semua berlalu lalang, bercengkrama dan bersendaugurau dengan bahasa Ingris. Lebih-lebih para murid yang menuntut dirinya untuk bisa berbahasa asing. Paktis, kontektual, dan menakjubkan. Budaya itulah yang tidak bisa kita hargai dengan uang yang kita keluarkan untuk mengikuti kursus di Kampung Inggris. Oleh itu desa ini patut kita sebut sebagai Desa Berkarakter. Sebab desa ini memiliki semangat belajar yang tak pernah pudar dan semangat juang yang tak pernah usang. Sehingga kita semua, terutama yang ingin belajar di sana, akan menemukan komunitas pembelajar yang luar biasa. Itulah semangat belajar dan pantang malu untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.

Guru PAI dan Bahasa Arab di SD Al Muslim Cabang Jawa Timur
agussalim.sim99@yahoo.com 
Admin
Admin Tertarik pada dunia pendidikan, karena melalui pendidikan manusia bisa menggapai impiannya, dan menjadi pendidik adalah tugas paling mulia.

1 komentar

  1. hari-hari di kampung inggris tak terlupakan (unforgetable gituuu)

    BalasHapus